BUNGA GADUNG MELATI_ #1

Masa kecil suroto

Kisah ini berawal saat jepang masih berkuasa di negeri kita ini, kekejaman mereka masih sangat dirasakan oleh seorang anak kecil ketika sedang mencari serpihan-serpihan kaca yang dijual untuk kebutuhan makan satu hari saja. Orangtuanya hanyalah seorang petani yang menggarap tanah liar ditengah hutan. Memanen ubi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh orangtuanya. Ibunya sehari-hari juga membantu mendapatkan makanan dari sebuah gudang kapuk bekas milik perkebunan milik belanda. Kawan-kawan seusianya hampir semua juga melakukan sama dengan apa yang dilakukannya, kadang mereka berkelahi hanya untuk sepotong cermin yang harganya hanya 1 sen dan itupun tak tanggung-tanggung mereka berkelahi menggunakan benda tajam. Sampai larut malam anak-anak kecil itu pulang membawa hasil satu kantung plastic yang ditukarkan dengan bumbu dapur untuk di jadikan sambal biasa. Nama anak itu adalah suroto, tubuhnya yang jangkung dan kecil kadang dia dipanggil kampret oleh teman-temannya. Perawakannya meniryu ayahnya yang tingginya hampir dua meter, sangat tidak normal untuk ukuran orang jawa. Tahun-tahun berganti dan kini suroto sudah menjadi remaja, jepang telah pergi dari Indonesia sekarang tiggal sisa tuan tanah dari belanda yang bernama Welly yang masih menguasai tanah tempat tinggalnya yang berupa kebun kapuk. Sekarang dia bekerja di perkebunan ini dengan gaji hanya satu kilogram beras, tapi itu sudah cukup untuk dirinya sendiri karena orang tuanya tidak begitu suka makan beras karena mereka terbiasa makan ubi hutan. Beras itu dia berikan kepada kaka perempuannya dan adiknya yang masih kecil. Hanya itu yang bias dia lakukan seorang remaja yang masih berusia belasan tahun sudah merasakan kerasnya menjalani hidup sebagai buruh kasar dijaman kemerdekaan yang belum lama dirasakan oleh rakyat Indonesia. Bagaimananpun kemerdekaan hanya berlaku untuk mereka yang berada di kota sedangkan Suroto hanya tinggal dipedalaman saja. Sambil menghitung hasil jerih payahnya terkadang dia juga sedih menatap keluarganya yang selalu berkekurangan. Dia merasa bahwa hanya orang yang berpendidikan yang pasti bias hidup berkecukupan atau mereka yang punya kemampuan kanuragan yang mumpuni dia bias dianggap seorang yang patut dihormati. Karena tidak mungkin baginya untuk memiliki pendidikan maka dia memutuskan pergi mencari ilmu kadigdayan di daerah Banyuwangi, disana di bertemu dengan beberap teman dan mulai belajar ilmu kejawen kuno, yang bias membuatnya kelak dihormati oleh orang. Tiga tahun suroto di banyuwangi untuk mendalami ilmu tersebut tapi masih ada yang kurang dalam benaknya, dia ingin meiliki ilmu kanuragan juga ingin mempunyai wawasan yang luas tentang kehidupan. Sekian lama dia tidak pulang hingga ia sadar bahwa arti kehidupan sebenarnya adalah berkumpul dengan keluarga dirumah walaupun dengan keadaan yang sangat miskin. Akhirnya suroto pulang ke kampong halamannya, di rumahnya dia disambut biasa saja oleh keluarga kecilnya, dalam hatinya dia sedikit jengkel karena tidak ada yang istimewa saat dia pulang dari perantauan. Tapi dalam hati kecilnya dia sangat senang karena keluarganya masih seperti biasa, meiliki kehidupan keras membuatnya seperti tidak memiliki perasaan tapi sebenarnya mereka semua memiliki kasih saying yang tinggi. Rumahnya yang reot dihutan Jlondangan ini membuatnya ingin membangun rumah sederhana diatas bukit yang tumbuh banyak sekali kembang gadung, yang oleh orang sini dianggap sebagai tumbuhan yang memabukkan, karena sebagaian besar bagian tumbuhan ini ketika di olah bias memuat orang jadi mabuk atau keracunan tapi tidak sampai mati hanya muntah-muntah saja. Beberapa bulan berselang setelah kematian ayahnya suroto semakin giat bekerja hingga dia kemudian diangkat menjadi mandor perkebunan di kampungnya, dengan bayaran yang seadanya dia membangun rumah kecil diatas bukit yang sekarang menjadi kampong sekargadung. Kakak perempuannya telah menikah dan tinggal dengan suaminya di seberang sungai dan adiknya juga telah menikah hal ini membuat suroto semakin tenag dalam menghadapi kehidupannya karena sekarang dia tinggal merawat ibunya yang setengah tuli itu. Terkadang karena bawaan di perkebunan suroto juga suka membentak-bentak ibunya tapi setelah itu dia minta maaf karena dia sadar akan kesalahannya itu. Kehidupannya hanya bekerja saja sampai dia lupa untuk memiliki seorang istri , karena merasa umurnya sudah cukup suroto mencari istri dia kenala seorang buruh bernama katini. Akhirnya mereka menikah.setelah menikah suroto teringat pernah punya janji dengan teman satu perguruannya untuk memelihara salah satu anak temannya itu maka dia berangkat ke ngadri untuk mengangkat anak yang bernama sumidi, ya seorang anak yang pendiam tapi tekun bekerja, perawakannya yang berbadan tegap membuatnya kuat sehari-hari di kebun.