Sudah
seminggu sejak ujian akhir di sekolahku, masa-masa menegangkan itu
telah kulalui bersama dengan teman-teman yang menarik. Akhir-akhir
ini kami jarang bertemu karena ada urusan masing-masing, mungkin
hanya beberapa teman dekat yang bias kutemui saat ini.
Latihan-latihan ke studio jarang bahkan sudah tidak pernah kami
lakukan.
Langit
mendung menghiasi di langit kota kecil ini, terdengar hujan
rintik-rintik di atap yang menambah suara berisik pada kamar kosku
yang sempit ini. Aku merasa ini sudah akhir dari tujuan hidup kami,
masa-masa sekolah dulu yang menyenangkan telah terlewati tanpa ada
satupun bukti yang bias kami kenang bersama-sama saat merasakan
masa-masa itu. Banyak teman-temanku yang sudah mendaftarkan diri ke
universitas – universitas yang berada jauh di luar kota ini.
Aku
menyalakan sebatang rokok rasa kopi yang saat ini popular dikalangan
kami para remaja yang tidak memiliki tujuan hidup yang masih belum
jelas. Aku memandangi setiap sudut kamar kosku ini, aku hanya melihat
beberapa buku-buku ilmu keperawatan dan sepatu using milikku yang ku
letakkan di bawah ranjang kecil ini yang membuat teman-temanku bilang
aromanya sangat mencekam.
bergaya sebelum jaya hahaha |
Cuaca
di luar semakin memburuk angin liar bergerak kesana kemari
memutar-mutar peohonan di pinggir jalan besar itu. Hujan semakin
deras tapi masih banyak orang berlalu-lalang tanpa tujuan yang aku
mengerti. Aku tersenyum saat menatap mereka menahan gempuran angin
dan air hujan yang sangat deras. Di kejahuan terlihat anak-anak SMA
seusiaku berjalan sambil memegangi rok mereka yang seakan-akan hendak
terlepas saat mengendarai motor mereka melaju di jalanan.
Hari
ini hari terakhirku berada di kosku ini, sebentar lagi temanku Niko
tiba untuk membantuku mengemasi barang-barangku selama tiga tahun di
kota ini. Banyak barang yang harus aku tinggal atau aku bawa ,mungkin
buku-buku catatan yang telah berdebu di rak bawah lemariku. Aku
menata satu persatu sambil mengingat masa-masa dulu yang mungkin bias
menitikkan air mata tanpa alas an. Buku-buku kecil yang berserakan,
gambar-gambar buatanku di tembok kamar ini mungkin akan segera
menghilang karena sudah lama aku tak memperhatikan gambar di tembok
itu. Aku teringat saat membuat gambar itu ,aku bermaksud untuk
menunjukkan kepada penghuni kos nanti yang akan menempati kamarku ini
kelak ketika aku telah lulus.
dalbert bersama hendrik (gimen) |
Akhirnya
niko tiba, seperti biasa temanku ini selalu tanpa senyuman dengan
pandangan yang tajam. Aku tersenyum lalu menyuruhnya membawakan
barang-barangku ke dalam mobil yang sudah berada di luar. Setelah
niko kembali aku menyuruhnya untuk membantuku mengangkat sprei kasur
yang penuh dengan buku-buku yang lumayan berat juga untuk kami berdua
hingga membuat kami sedikit kewalahan membawanya. Barang ku masukkan
kedalam mobil, ayahku juga sedang terlihat ngobrol dengan ibu kos di
ruang tamu, ya mungkin sedikit berpamitan atau basa-basi yang tidak
perlu untuk saat ini. Mungkin hari ini akan sedikit melelahkan karena
besok aku sudah ada dirumahku, di kampong halamanku untuk beberapa
lama.
Setelah
semua barang-barang selesai kumasukkan kedalam mobil aku dan ayahku
berpamitan untuk segera pulang kerumah. Ibu kos tersenyum kecil
mungkin menandakan ada sedikit rasa haru, aku berjalan ke luar
menaiki motorku untuk mengantar Niko pulang kerumahnya di dekat
terminal. Ayahku sudah pulang duluan kerumah.
Sesampainya
dirumah Niko ternyata teman-teman sudah berkumpul di sana, mereka
adalah Hendrik, Eman, Dalbert, Noreen, dan Farid. Mereka kelihatan
kesal terlalu lama menungguku, aku hanya tersenyum cengengesan
menghadapi wajah mereka yang semakin mengkerut. Kusodorkan satu pak
rokok langsung disambut senyuman oleh mereka. Aku memang tidak tahu
apa yang dipikirkan oleh teman-teman tapi aku hanya tahu kalau
sebatang rokok ini bias menjelaskan semuanya.
Di
ruang tamu kami saling ngobrol sesuatu yang tidak penting, aku hanya
menikmati the hangat buatan neneknya Niko yang bias sedikit
menghangatkan suasana gerimis hari ini. Beberapa obrolan membuat kami
tertawa terbahak-bahak, ya mungkin karena hari ini hari terakhir kami
memakai seragam putih abu-abu dan suatu saat nanti kami bertemu pasti
dalam keadaan yang berbeda, rasa yang berbeda, dan pemikiran yang
berbeda dari sekarang.
ketik dalbert bersama eman |
Hujan
di luar sudah reda kami semua berpamitan untuk pulang kerumah
masing-masing. Aku dan Hendrik langsung pulang kea rah timur jauh,
karena kampong kami bertetangga. Kampong kami memiliki kesamaan
untungnya masih berbeda kecamatan. Kehidupan anak muda dikampung
selalu identik dengan tawuran, premanisme dan semacamnya. Kampungnya
Hendrik terkenal di wilayah utara sedngkan kampungku berada di
wilayah barat. Pernah kampong kami saling terlibat masalah tapi waktu
itu aku belum kenal dengan Hendrik, waktu itu masalah terjadi di
pertandingan sepak bola antar kampong. Tawuran besar hamper terjadi
sampai polisi datng menghentikan dan menyuruh kami pulang ke kampong
kami masing-masing.
Aku
kenal dekat dengan Hendrik saat kami satu perguruan di Blitar
selatan, hal itu karena kami di perkenalkan oleh temanku Noreen untuk
mengikuti sebuah perguruan yang sudah punya nama terutama di jawa
timur. Walaupun tidak pernah lulus mengikuti pendidikan kanuragan di
perguruan itu tapi kami tetap bersahabat sampai sekarang. Hendrik
selalu menemaniku saat aku sedang ada masalah, di selalu jadi teman
yang selalu ada dan siap berkelahi untuk urusan apapun. Memang
temanku ini orangnya berani berkelahi tapi dia selalu kalah apabila
sedang berurusan karena seorang cewek. Pernah suatu kali dia dating
ke kosku dalam keadaan awut-awutan karena dia merasa ditipu oleh
seorang cewek, akhirnya untuk menyenangkan hatinya aku mengajaknya
untuk melihat acara tahunan di suatu daerah di luar kota ini. Kami
membuat keributan di sebuah acara sampai kami dikejar-kejar oleh
tentara, walaupun tidak sampai jadi buronan tapi halite membuat kami
senang karena bias merasakan adrenalin yang tidak dijual dimanapun.
Aku
menghela nafas karena sedikit gerimis membuatku sedikit kedinginan di
jalan ini. Aku melihat motor Hendrik melaju disampingku tanpa ada
rasa kuatir kami bercerita aneh-aneh dijalan, menceritakan
orang-orang yang sedang duduk dipinggir jalan atau hal-hal lain yang
dirasa tidak perlu. Kami tertawa terus hari ini tanpa sadar kami akan
emrasakan kehilangan seorang teman yang berarti untuk kami, seorang
teman yang selalu member kami motivasi dan mimpi yang belum pernah
sekalipun impikan. Kepergian seorang teman selamanya.