Chapter
6
Kasus
di sekolah
Gedung
gereja bekas bangunan belanda berdiri kokoh dengan hiasan
pondok-pondok kecil untuk berdoa bagi Suster-Suster biara. Kami semua
masuk memarkir motor kami di depan sebuah gedung yang kelihatannya
baru selesai direnovasi, jalanan kecil yang dibuat dari batu marmer
mengelilingi hamper semua tempat ini dengan beberapa pagar bunga yang
menambah keindahan mata melihat.
Markus
sudah berada di dalam kelihatan sedang mengobrol dengan beberapa
biarawati yang umurnya sudah agak tua. Kami masih menunggu diluar
sambil duduk melihat pemandangan yang baru kami lihat benara-benar
sangat asing. Suasana sejuk ini menghilangkan stress bagi kami
terutama aku yang baru saja selesai melaksanakan hukuman dari
guru-guru yang merasa ku sepelekan dengan teman-teman ketika masih
merasakan sebagai siswa kelas 3.
Teringat
Waktu aku baru naik kelas 3 dan hari pertama ang bagiku sangat
menyenangkan. Saat masuk kelas sudah ada beberapa teman yang kukenal
dan lainnya hanya pernah sekelas atau hanya pernah lihat di kelas
lain. Semua teman-teman kelihatan senang karena mungkin semua merasa
kalaku sebentar lagi akan berpisah dengan sekolah ini.
Semua
teman-teman yang ada di kelas ini adalah anak-anak yang istimewa
karena hamper separuhnya mempunyai peranan penting membawa nama baik
untuk sekolah ini. Ada yang atlit basket, musisi karawitan, anak-anak
koor dan liturgy untuk gereja. Setiap hari di sekolah ini pasti ada
kegiatan yang membuat kami keluar kelas pada saat jam pelajaran jadi
kalau semua yang anggota dipanggil untuk urusan sekolah, bias kosong
kelas ini mungkin tinggal 5 anak saja yang ikut pelajaran.
Pernah
pada suatu hari ketika anak-anak basket dikumpulkan untuk latihan
persiapan Hexos cup tingkat provinsi, aku dan teman-teman lain
ikut-ikutan keluar juga padahal hanya 3 anak yang jadi pemain inti
tim basket sekolah kami. Aku, Andrew, dan Dadang memang bukan tim
basket tapi kami sering keluar kelas hanya numpang saja. Tujuan utama
kami adalah kantin, tempat terindah bagi kami siswa-siswa yang jenuh
dengan pelajaran-pelajaran dari guru-guru kami.
Menurut
perhitungan tes IQ rata-rata teman-teman satu kelasku termasuk aku
juga, cenderung memiliki sifat egois yang tinggi. Dan sisi negative
dari orang yang meliki ego yang tinggi biasanya sulit untuk bergaul.
Ya memanf ini terbukti saat hari pertama kami masuk kelas jarang
sekali ada yang saling sapa semaunya kelihatan sibuk sendiri, akupun
merasa tidak betah berada dikelas ini. Suasananya seperti terlalu
kaku, suasana yang membuatku ingin segera keluar dari kelas ini.
Tapi
keegoisan kami semuanya menjadi sebuah keakraban ketika pada suatu
hari kami semua mengalami kejadian yang tidak akan terlupakan seumur
hidup ( mungkin…). Hari itu kami masuk ke Lab kimia untuk pertama
kali, suasana terdengar riuh saat kami bingung untuk memilih tempat
duduk. Lalu guru kami yang kelihatannya biasa saja, bukan tipe-tipe
guru yang killer masuk kedalam Lab. Kami semua langsumg diam sambil
memperhatikannya menulis sesuatu di papan tulis. Setelah selesai
menulis kami semua disurh untuk mempraktekkan sesuai dengan tulisan
dipapan sambil berpesan untuk tidak rebut. Naah belum lam guru kami
melarang untuk rebut salah satu dari teman-teman ada yang menyanyi,
akhirnya guru kimia kami marah dan kami semua dapat skors untuk tidak
mendapat mata pelajaran kimia.
Itu
adalah kasus pertama bagi kami di jam pelajaran pertama. Akupun tidak
menyangka kalau kami akan mendapat kasus lagi. Setelah jam pelajaran
kimia kami semua kembali kedalam kelas sambil membicarakan kejadian
di lab kimia tadi. Suasana kembali gaduh karena guru mata pelajaran
kami selanjutnya belum dating, kami keluyuran ke kelas yang lain. Nah
ini dia temanku satu lagi, dari kelas sebelah namanya Dimas tapi
dipanggil Samid sama temen-temen. Dia masuk kedalam kelas kami
bermain-main kesana kemari sampai tidak tahu kalau dikelasnya sendiri
sedang ada guru yang memberikan tugas. Jadi terpaksa Samid duduk
dikelas kami yang belum ada gurunya, sambil menunggu guru yang berada
dikelasnya meninggalkan ruangan.
Sesuatu
memang belum terjadi sampai tiba-tiba teerdengar dari kelas sebelah
kalau ada yang disuruh melakukan push-up. Kebetulan aku duduk paling
belakang kemudian kuintip dari lubang pintu apa yang sedang terjadi.
“ lho kok Bryant yang disuruh push-up, ngapain kok bisa..”,
gumamku sama Andrew yang kebetulan duduk disampingku. Samid dan
teman-teman yang lain juga ikutan bingung kok bisa Bryant dihukum di
kelas lain. Beberap menit kemudian guru yang menghukum Bryant masuk
kedalam kelas kami. “ anak-anak teman kalian ini keluyuran dikelas
sebelah dan ikut duduk di kelas itu, setelah saya Tanya dia katanya
lagi pinjam bolpen ke temennya yang berada dikelas sebelah, apa
dikelas ini tidak ada yang bisa dipinjami bolpen…????”, teriak
ibu guru itu sambil meninggalkan ruangan.
Kami
semua terdiam sejenak, tidak ada ucapan yang keluar dari mulut kami.
Kelas menjadi sunyi sampai terdengar bel yang menandakan kami untuk
segera melakukan doa sebelum pulang. Saat akan berdoa guru kami masuk
kedalam kelas namanya bu Mieke dia ini guru bahasa Indonesia yang
terkenal ramah bagi kami. Saat kami berdoa kami malah asyk dengan
kesibukan masing-masing, ada yang dengerin music, ada yang sambil
makan. Akhirnya bu mieke marah kepada kami…untuk tidak boleh pulang
sampai dua jam kedepan. Dan parahnya bu mieke melihat samid, “ lho
kamu kok dikelas ini…ngapain ini lho…lho …ya udah kamu ikut
dihukum juga dikelas ini nggak boleh pulang juga.”, teriak bu mieke
sambil berjalan keluar kelas kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar