Chapter
9
Dinner
Kami
berlima berjalan keluar kamar tamu langsung menuju dapur yang berada
di ruangan sebelah taman yang kelihatannya remang-remang sekali.
Disana sudah ada beberapa juru masak yang sedang menyiapkan makanan
untuk kami. Ya meskipun seadanya tapi kami dilayani seperti tamu
istimewa ( he..he..). makan malamnya adalah tempe penyet dan sayur
bayam dengan nasimyang masih hangat yang semakin menggugah selera
makan kami yang seharian ini masih belum makan.
Mbak
siti, nama juru masak itu langsung mempersilahkan kami, “ silahkna
mas untuk segera makan ntar sakit lho….”,kata mbaksiti kepada
kami yang terdengar logatnya seperti bukan orang jawa. “ haduh kok
mas tow..mbak kami ini masih adek-adek kok dipanggil mas sih…nah
yang boleh dipanggil ma situ Markus mbak yang paling tua
sendiri..hahahahhaa..”, celetuk Hendrik yang membuat kami semua
tertawa. “ ah kowe ndrik…mwesti…”, sahut markus sambil
nyengir. “ sudah-sudah ..ayocepat dimakan ntar keburu dingin…saya
tinggal ke atas dulu ya..”, mbak siti melerai kami sambil berjalan
ke ruang belakang.
Sepeninggal
mabak siti kami tanpa ragu-ragu langsung mengambil semuanya yang bisa
dimakan. Makanannya terasa enak sekali apalagi ketika kami semua
melihat nasinya tinggal sedikit, mata kami langsung saling melirik
bergaya sok nggak lapar. Saling jaga harga diri kami semua memainkan
akal untuk bisa nambah lagi tanpa menurunkan harga diri kami.
Yah..namanya juga orang jawa apa-apa pasti basa-basi dulu. “he
habisin tuh kasihan mbak sitisusah-susah masak nasinya…..”,
kataku. “ nggak wes kenyang aku..”, sahut dalbert. “ yow
sebenere aku masih lapar y udah tak habisin aja yow..”,tiba-tiba
paulus mengambil nasinya. “ aduh padahal aku dewe masih laper..”,
gumamku dalam hati. “ woo..asu kowe “,teriak Hendrik pada paulus.
“ lho napo emang’e laha tadi katanya kamu udah kenyang…???”,jawab
paulus sambil mulutnya penuh sayur. “ lho aku khan belum ngomong
le…waah masih laper aku iki..”,bentak hendrik sambil melotot.”
Wes…wes ndrik ayo ikut aku..jalan-jalan sebentar..”, aku langsung
menarik hendrik keluar ruangan.
“wes
talah khan masih ada aku tow ndrik , gampang kia cari makan diluar…”,
hiburku pada hendrik yang kelihatannya sudah mulai lupa soal makanan.
“ yow…yow…tak”,jawab hendrik sambil menyebut nama julukanku
waktu itu. “ heh jangan pakai nama itu..ini kan lagi di
publikasikan kisah’e kita jangan buka kartuku tow le..”,bentakku
sama hendrik. “eh sorry tak..eh ton..pisss blew..”, hendrik
nyengir. “ nggak tak kasih rokok natr kowe…gimana..??”,
“ jangan
tow….oke dehh..wes gak tak ulangi lagi kok …..” hendrik
memelas.
Kepulan
asap rokok semakin membuat suasana membuat hangat saat aku dan
hendrik duduk didepan biara sambil melihat-lihat jalanan yang tidak
begitu ramai. Kadang-kadang mata kami terhibur oleh bidadari-bidadari
yang lewat, maklumlah namanya juga anak cowok masih normal. “ ndrik
habi in kamu mau kemana..??”, tanyaku pada hendrik memecah
kesunyian kami yang dari tadi sibuk menghisap* rokok masing-masing.
“maksudmu..?”, sahut hendrik. “ ya setelah lulus nanti kamu mau
kemana…kuliah atau mau kerja kemana gitu..?”. “ huffffh…nggak
ngerti tapi yang jelas aku nggak mungkin kalau kuliah soalnya selain
orang tuaku nggak mampu , ngerti dew tow lak aku masuk golongan
bodo…he..he..”, hendrik mengepulkan asapnya berbentuk bulat-bulat
menuju ke angkasa.
Malam
semakin larut saat aku dan hendrik mengakhiri obrolan kami yang (
maaf ) tidak bisa kutulis karena masalah ingatan yang sepertinya
sudah mulai memudar ( maklum sudah tua ). Suster kepala memanggil
kami untuk ikut berdoa malam di kapel gereja. Langsung kami melangkah
menuju kedalam kapel untuk berdoa malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar