Sewaktu mereka berkumpul di balik pintu terkunci di Yerusalem pada
hari-hari pertama setelah kebangkitan Yesus, para murid mengetahui bahwa
lebih mudah berbicara tentang mengubah dunia daripada pergi keluar dan
melakukannya. Tetapi tidak lama kemudian, sesuatu terjadi yang bukan
hanya mengubah jalan pikiran mereka, tetapi yang juga memberanikan
mereka untuk menyampaikan iman mereka dengan cara yang menggoncangkan
seluruh dunia Romawi.
Hanya lima puluh hari setelah kematian Yesus, Petrus berdiri di
depan suatu kerumunan orang banyak di Yerusalem, dan dengan berani
menyatakan kerajaan Allah telah datang, dan Yesuslah Raja dan Mesiasnya.
Pada waktu itu Yerusalem penuh dengan peziarah-peziarah yang datang
dari seluruh penjuru kekaisaran Roma untuk merayakan Pesta Pentakosta -
dan ketika Petrus berbicara, mereka tidak hanya mengerti pemberitaannya
tetapi juga, dalam jumlah yang luar biasa besarnya, memberikan respons
terhadapnya. Ketika Petrus menyatakan mereka harus menjadi murid-murid
Yesus dengan bertobat dari dosa dan menerima hidup baru yang diberikan
Allah, tiga ribu orang menerima seruannya dan menyerahkan diri mereka
kepada Yesus (Kis. 2:14-42).
Apa yang sesungguhnya telah terjadi sehingga murid-murid Yesus
mengalami transformasi dalam hidup mereka? Jawabannya terdapat dalam
pembukaan pidato Petrus. Sebab ketika ia berdiri dan berbicara kepada
orang banyak itu, Petrus mengingatkan mereka tentang suatu nats
Perjanjian Lama yang menggambarkan bahwa datangnya abad baru adalah masa
di mana Roh Allah akan bekerja dengan cara baru dalam hidup
orang-orang. Sewaktu nabi-nabi Perjanjian Lama memandang ke masa depan,
beberapa dari mereka menyadari bahwa masalah manusia tidak pernah akan
selesai hingga suatu hubungan baru dijalin antara manusia dan Allah.
Dosa dan ketidaktaatan manusia telah mengakibatkan kekacauan, tetapi
dalam abad baru Allah tidak hanya menuntut ketaatan - Ia akan memberi
mereka kekuatan moral yang baru dan kemampuan untuk menjadi manusia
seperti yang dimaksudkan Allah (Yer. 31:31-34). Dalam nubuat Yoel
(2:28-32), kekuatan baru untuk hidup ini dihubungkan dengan pemberian
Roh Allah - dan Petrus mengambil perikop tersebut sebagai natsnya, serta
menyatakan nats tersebut sedang dipenuhi dalam pengalaman murid-murid
Yesus. Melalui kematian dan kebangkitan Yesus, orang-orang sekarang
dapat mempunyai hubungan baru dengan Allah sendiri. Dari pengalamannya
sendiri, Petrus tahu bahwa hal itu benar.
Bagi Petrus dan murid-murid lainnya, hari itu sama seperti hari-hari
sebelumnya. Tetapi ketika mereka menghadapi tugas yang begitu besar dan
yang tidak mungkin dilaksanakan - yang dipercayakan Yesus kepada
mereka, tanpa disangka-sangka suatu kuasa yang memberi hidup masuk ke
dalam kehidupan mereka. Kuasa itu merupakan suatu dinamika moral dan
spiritual yang memperlengkapi para murid supaya memberi kesaksian
tentang iman yang baru. Kuasa itu adalah kuasa Roh Kudus dan akan
menjadikan mereka seperti Yesus. Tidaklah mudah menggambarkan dalam
kata-kata apa yang mereka alami. Tetapi sebagai akibatnya, kepercayaan
mereka yang ragu-ragu dan tidak pasti kepada Yesus dan janji-janji-Nya
secara luar biasa diteguhkan. Sejak saat itu dan seterusnya, mereka
yakin janji-janji Allah dalam Perjanjian Lama dipenuhi dalam hidup
mereka sendiri - dan mereka sangat yakin bahwa Yesus yang hidup ada dan
hadir bersama mereka secara unik. Jemaat telah lahir.
Seluruh kehidupan para murid mengalami perombakan sedemikian rupa,
sehingga tidak diperlukan argumen lain untuk meyakinkan mereka bahwa
pengalaman mereka sehari-hari merupakan akibat langsung dari kuasa dan
kehadiran Yesus di dalam hidup mereka. Petrus, Yohanes dan yang lain-
lainnya memiliki kuasa guna melakukan tindakan-tindakap hebat dalam nama
Yesus (Kis. 2:43; 3:1-10) - dan tentunya Petrus diberikan kemampuan
secara tak disangka-sangka untuk berbicara dengan kuasa kepada orang
banyak yang berkumpul di Yerusalem.
Sebagai akibat semuanya ini, para rasul dan orang-orang Kristen baru
begitu dikuasai oleh cinta-kasih kepada Yesus yang hidup dan kerinduan
untuk melayani-Nya, sehingga kebutuhan-kebutuhan kehidupan sehari-hari
terlupakan. Orang-orang Kristen selalu "bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa" (Kis. 2:42). Mereka malahan menjual harta
mereka dan mengumpulkan hasil penjualan sehingga mereka dapat hidup
sebagai suatu persekutuan sejati dari pengikut-pengikut Yesus. Mencari
uang bukan lagi merupakan haI yang terpenting dalam hidup. Satu-satunya
hal yang penting adalah memuji Allah, dan membawa berita yang-mengubah
hidup kepada orang-orang lain (Kis. 2:44,47; 4:32,35).
Jemaat bertumbuh.
Pada hari-hari pertama kehidupan jemaat di Yerusalem, persahabatan
terbuka dan gaya hidup sederhana dalam jemaat purba pasti terlihat
sebagai menyingsingnya suatu zaman yang baru. Tetapi tidak perlu waktu
lama sebelum persoalan-persoalan lain yang lebih rumit muncul, untuk
memperingatkan Petrus dan lain-lainnya bahwa kerajaan Allah belum tiba
dalam segala kepenuhannya. Persekutuan yang baru tergalang merupakan
bukti bahwa umat baru sudah ada. Tetapi seturut berlalunya waktu,
ketegangan antara masa sekarang dan masa depan yang begitu fundamental
dalam pengajaran Yesus mempunyai dampak yang mengganggu kelanjutan hidup
persekutuan kristen yang sedang berkembang. Selama masa hidup Yesus,
gerakan mesianik baru yang dibangun-Nya itu pada umumnya hanyalah
merupakan bidat setempat dalam agama Yahudi Palestina. Semua murid
merupakan orang Yahudi. Walaupun logika pemberitaan dan teladan perilaku
Yesus sendiri menunjukkan bahwa orang-orang bukan-Yahudi tidak
dikecualikan dari keanggotaan persekutuan, hubungan orang-orang Yahudi
dan bukan-Yahudi tidaklah merupakan persoalan besar pada waktu itu.
Orang-orang bukan-Yahudi yang bertemu dengan Yesus adalah
pribadi-pribadi tersendiri (Mrk. 7:24-30; Luk. 7:1-10). Jumlah mereka
tidak besar, dan bagaimanapun juga banyak dari mereka mungkin sekali
menghadiri upacara-upacara agama di sinagoge, meskipun mereka belum
memeluk agama Yahudi.
Tetapi tidak lama kemudian, para pengikut Yesus dipaksa untuk
mencurahkan perhatian besar terhadap seluruh persoalan hubungan antara
orang-orang percaya Yahudi dan bukan-Yahudi. Walaupun mereka tidak
menyadarinya, peristiwa-peristiwa pada hari Pentakosta yang direkam pada
bagian Kisah Para Rasul merupakan suatu peristiwa yang menentukan dalam
kehidupan jemaat muda usia itu (Kis. 2). Sebab ketika banyak di Petrus
berdiri dan menerangkan ajaran Kristen kepada orang kosmolitan,
Yerusalem, ia berhadapan dengan sidang pendengar yang terdiri dari
"orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong
langit" (Kis. 2:5). Tentu saja mereka semua menaruh perhatian terhadap
agama Yahudi, kalau tidak mereka tidak akan mengadakan perjalanan ke
Yerusalem guna menghadiri perayaan keagamaan. Tetapi tidak semua orang
bukan-Yahudi di antara mereka sudah menjadi penganut penuh agama Yahudi
yang menerima seluruh hukum Yahudi - sedangkan mereka yang berasal dari
keluarga Yahudi pun diberbagai tempat dari kekaisaran Roma, mempunyai
latar belakang dan pandangan yang agak berlainan dengan orang Yahudi
yang dilahirkan dan dibesarkan di Palestina sendiri. Mayoritas dari
orang banyak yang mendengar khotbah Petrus pada hari Pentakosta mungkin
sekali merupakan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, yang telah
berziarah ke Yerusalem dalam rangka pesta agama Yahudi yang besar itu.
Banyak dari mereka yang baru untuk pertama kalinya mengunjungi
Yerusalem. Walaupun tempat tinggal mereka sangat jauh, mereka selalu
menggandrungi Yerusalem serta Bait Allah. Yang merupakan tempat suci
pusat agama mereka, sama halnya bagi orang Yahudi yang tinggal di
Palestina. Petrus dan murid-murid lainnya tidak ragu-ragu bahwa kabar
baik tentang Yesus harus disampaikan juga kepada orang-orang tersebut.
Memang, banyak persamaan di antara mereka. Para murid sendiri merupakan
pendukung setia dari upacara-upacara ibadah di sinagoge. Mereka juga
memelihara pesta-pesta agama Yahudi Yang besar, dan kadang-kadang mereka
malahan berkhotbah di pelataran Bait Allah (Kis. 3:1-16). Hal ini
merupakan sesuatu yang Yesus sendiri tidak dapat lakukan tanpa
kekhawatiran akan akibat-akibatnya, dan walaupun Petrus dan Yohanes
kemudian ditangkap dan dituduh di hadapan mahkamah agama Yahudi, mereka
segera dibebaskan, dan satu-satunya pembatasan yang dikenakan ke atas
mereka adalah supaya "sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi
dalam nama Yesus" (Kis. 4:18). Terlepas dari iman mereka kepada Yesus
yang terasa aneh, tindak-tanduk mereka pada umumnya dapat diterima oleh
para penguasa Yahudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar