Salib Teralik

Seperti yang telah dibahas minggu lalu (Baca: Domine, Quo Vadis), niat Petrus untuk melarikan diri dari Roma dibatalkan setelah perjumpaannya dengan Yesus. Kitab ekstra-biblikal Kisah Petrus, mengisahkan bahwa kemudian Petrus kembali ke Roma, berkumpul dengan jemaat. Tiba-tiba prajurit Romawi datang dan menggiring Petrus untuk diadili. Di pengadilan, Petrus didakwa bersalah sebagai orang yang tak bertuhan. Tuduhan yang mungkin aneh buat kita di jaman ini. Tapi ini adalah tuduhan yang umum diberikan kepada orang Kristen di jaman itu karena mereka menolak menyembah dewa-dewi Romawi dan memilih untuk menyembah Tuhan yang tidak kelihatan.
Di muka pengadilan, jemaat berusaha membela Petrus, berkata bahwa ia tidak melakukan apapun yang jahat. Tapi Petrus menenangkan mereka dan berkata bahwa ia siap mengikuti jalan sengsara bersama Yesus. Ia pun meminta untuk dihukum mati dengan cara disalib terbalik, kepala di bawah, kaki di atas. Ini sebagai wujud penghayatannya akan keberdosaan manusia yang bagai hidup terbalik, benar menjadi salah, salah menjadi benar. Hanya melalui Kristus, yang salib-Nya berdiri tegak, manusia bisa diselamatkan dari dosa.
Kisah kematian Petrus ini membuat simbol salib terbalik dikenal simbol Salib Petrus. Simbol ini dapat ditemukan di kursi yang biasa diduduki oleh Paus. Simbol ini juga dapat ditemukan di beberapa gereja non-Katolik, seperti di logo Gereja Metodist Santo Petrus di Ocean City, New Jersey, Amerika Serikat atau di atap gedung Gereja Lutheran Veitsiluoto di Kemi, Finlandia. Sayangnya, belakangan ini simbol ini malah lebih dikenal sebagai simbol Setan atau anti-Kristus.

Para ahli sejarah memperkirakan kematian Petrus terjadi di pertengahan tahun 60-an. Kitab Yohanes mencatat bahwa sekitar 30 tahun sebelumnya, setelah Yesus bangkit tapi sebelum Dia naik ke Sorga, kematian Petrus sudah dinubuatkan (Yohanes 21:18-19). Yesus kaitkan kematian ini dengan kemuliaan-Nya dan panggilan bagi Petrus untuk mengikut Dia. Di berbagai bagian lain di Alkitab, mengikut Tuhan juga secara konsisten dikaitkan dengan penderitaan (lihat misalnya Lukas 9:23, 2 Timotius 2:3, 1 Petrus 2:18-25).
Korelasi antara mengikut Tuhan dengan penderitaan dan pengorbanan menjadi jelas kalau kita ingat akan teladan hidup Yesus. Dia berkorban meninggalkan Sorga untuk menjadi manusia, melayani manusia dan akhirnya mengorbankan diri menanggung penderitaan salib. Sebagai orang-orang yang mengaku pengikut-Nya, jangan heran kalau Tuhan juga mempercayakan banyak kesusahan bagi kita ketika kita berjalan bersama-Nya. Ketika kita melayani-Nya, mengerjakan agenda-Nya bagi dunia. Kesusahannya mungkin berupa cibiran, diskriminasi, fitnah, ketidak-nyamanan, dsb. Tapi kalau kita mau tetap setia di tengah itu semua, percayalah bahwa rencana Tuhan akan digenapkan, nama-Nya dimuliakan dan kita kelak akan mendapat sukacita kemuliaan bersama-Nya di kekekalan. (ALS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar